Morfologi Melayu Riau Dialek Rantau Kasai
- Latar Belakang dan Masalah
1.1. Latar Belakang
Setiap hari kita berkomunikasi dengan menggunakan bahasa. Bahasa mempunyai kedudukan sangat penting dalam hidup manusia. Kita dapat berinteraksi, melakukan hubungan, kerja sama, dan menjalin persaudaraan antar komunitas dengan menggunakan perantara bahasa.
Bahasa merupakan alat komunikasi suatu masyarakat atau bangsa. Tanpa bahasa masyarakat sulit berhubungan, baik antar sesama masyarakatnya maupun dengan masyarakat lain. Berbicara tentang bahasa bukanlah suatu yang asing dalam kehidupan.
Bangsa Indonesia mempunyai keanekaragaman, baik budaya, adat istiadat, maupun bahasa. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Melayu telah berubah menjadi bahasa Indonesia yang terus diperkaya sumbernya dari bahasa daerah.
UU. Hamidy (2003:107) mengatakan bahwa:
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tidak dimungkiri lagi. Hal ini telah disepakati dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan tahun 1954. tetapi dari bahasa Melayu yang mana bahasa Indoensia itu ditaja atau mengambil pedoman, hampir tak ada pengamat bahasa yang menerangkan dengan jelas dan terang. Hal ini terjadi, karena pengamat bahasa dan budaya mungkin memandang tak begitu penting untuk mengungkapkan hal itu. Pada sisi lain, mungkin saja sikap yang kurang jujur terhadap sejarah, sehingga bagaimana peranan bahasa Melayu Riau yang telah dibina dan dipelihara oleh Raja Ali Haji dan para cendekiawan yang bermukim di Riau, dalam perjalanan kebahasaan di Indonesia, hampir tak pernah diungkapkan dengan jujur”.
Membiarkan sejarah bahasa yang kabur itu tidak baik. Pertama, bangsa Indonesia tak dapat mengetahui dengan jelas bahasa atau dialek Melayu mana yang telah mendasari bahasa Indonesia. Kedua, terjadi sejumlah varian dari suatu bentukan, yang mengakibatkan pemakai bahasa Indonesia bingung menentukan mana bentuk yang baik. Ketiga, dengan mengabaikan jerih payah Raja Ali Haji dan peranan kaum cendikiawan di Riau dalam abad ke-19 sampai awal abad ke-20, berarti tidak menghargai intelektual bangsa sendiri.
Rentang pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu yang begitu panjang, telah menyebabkan bahasa ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat zamannya, tersebar luas di pesisir pantai dan kota pelabuhan. Inilah yang menyebabkan bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan antar suku dan bangsa di bandar-bandar Asia Tenggara, sehingga terkenal sebagai lingua franca. Dengan menguasai bahasa ini, orang dapat melakukan hubungan dengan siapa saja pada setiap kota dagang di rantau ini.
Propinsi Riau yang luas mempunyai beberapa daerah kabupaten atau kota, masing-masing daerah memiliki bahasa dengan dialek-dialek yang khas, salah satunya bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai. Bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, yang menjadi objek dalam penelitian ini.
Masyarakat penutur bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, berdampingan dengan masyarakat pendatang yang berasal dari Jawa, Tapanuli, Minang, Nias, Cina dan berbagai daerah lain di Indonesia. Proses asimilisasi bahasa dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bahasa daerah Melayu Riau dialek Rantau Kasai. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Rantau Kasai berkomunikasi antar mereka (penduduk asli), mempergunakan bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai. Untuk berkomunikasi dengan masyarakat pendatang yang belum mengerti bahasa daerah tersebut, mereka mempergunakan bahasa Indonesia.
Kegiatan berbahasa menjadikan masyarakat lebih akrab dan dapat memahami, apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya ataupun masyarakat lain untuk meningkatkan taraf hidup. Dalam kedudukan dan fungsinya seperti bahasa-bahasa daerah lain, bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai menunjukkan nilai sosial dan budaya dari masyarakat pemakainya. Terkadang kedudukan ini dalam hal tertentu sulit untuk digantikan oleh bahasa Indonesia. Banyak kalimat yang tidak dapat digantikan atau dinyatakan dengan tepat dalam bahasa Indonesia, apabila dipaksakan, akan berbeda dan tidak komunikatif lagi, untuk itu perlu usaha pemeliharaan dan pelestariannya.
Salah satu pendukung bahasa nasional adalah Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin kelangsungan hidup bahasa daerah dan budaya daerah. Bahasa daerah sebagai alat perhubungan yang hidup, dan dijamin, serta diadakan pemakaiannya oleh negara, karena bahasa daerah bagian dari kebudayaan nasional.
Dalam perlindungan dan pengembangan sebagai keanekaragaman bahasa nusantara, direalisasikan bagian dari politik bahasa nasional, bahasa daerah termasuk bahasa Melayu, yaitu: Pertama, pendukung bahasa nasional. Kedua, alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah. Ketiga, untuk beberapa daerah dipakai pula sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar, pada permulaan memperlancar pelajaran Bahasa Indonesia, dan bidang studi lainnya.
Perkembangan serta perubahan yang terjadi tidak dapat dipungkiri. Bidang bahasa khususnya bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, akan dipengaruhi bahasa pendatang, terutama pada akhir-akhir ini arus pendatang lebih lancar karena pengaruh pembangunan, sedangkan pendatang itu sendiri terdiri atas berbagai suku. Sadar atau tidak, akan berdampak bagi bahasa Melayu itu sendiri. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi penutur asli, akan kelangsungan bahasa mereka yang telah dipakai secara turun-temurun.
Bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, merupakan bahasa perhubungan antar daerah Rantau Kasai. Ruang lingkup pemakainya meliputi lingkungan yang cukup luas, termasuk semua tempat dan situasi, mulai dari lingkungan pendatang, agama, adat-istiadat, sampai dengan lingkungan pekerjaan. Pemakai bahasa ini, tidak hanya di lingkungan formal saja, bahkan meliputi lingkungan yang informal, seperti kantin, pasar, dan lain-lain.
Halim (1980: 2) menyatakan bahwa:
“Kedudukan bahasa daerah di Indonesia telah dijamin oleh UUD 1945 yang menyatakan fungsi dan kedudukan bahasa daerah perlu dipertimbangkan: (1) bahwa bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, yang merupakan bahagian kebudayaan bangsa Indonesia, yang dijamin UUD 1945, (2) bahasa Indonesia sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan, (3) bahasa daerah berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi juga berbeda jumlah penutur aslinya, (4) bahasa-bahasa tertentu dipakai sebagai alat penghubung baik lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa daerah tertentu dipakai secara lisan, (5) bahasa-bahasa daerah adalah lambang nilai sosial budaya yang mencerminkan dan terlihat pada kebudayaan yang hidup dikalangan masyarakat pemakainya, (6) di dalam pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa-bahasa daerah mempengaruhi dan pada waktu yang sama dipengaruhi oleh bahasa nasional, bahasa – bahasa daerah lain dan bahasa asing tertentu sebagai akibat dari meningkatnya penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia, bertambah lancarnya hubungan antar daerah, dan meningkatnya arus perpindahan penduduk serta banyaknya jumlah perkawinan antar suku”.
Sepengetahuan peneliti, penelitian terhadap bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, sudah pernah diteliti, hanya saja peneliti yang bernama Zurida meneliti proses morfologi bahasa Melayu Riau dialek Sidinginan. Perbedaan antara penelitian ini adalah, daerah dan tempatnya berbeda. Penulis meneliti bidang morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, sedangkan Zurida, meneliti bidang proses morfologi bahasa Melayu Riau Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir. Mudah-mudahan, keadaan ini menjadi pedoman yang relevan dalam pelaksanaan penelitian. Namun, tidak menutup kemungkinan penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini, dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan.
Berdasarkan keterangan yang dikemukakan di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian terhadap morfologi bahasa Melayu Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekelilingnya.
1.2. Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.2.1. Morfem-morfem apa saja yang terdapat dalam bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai?
1.2.2. Bagaimana proses morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai?
- Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
2.1. Mengetahui morfem-morfem yang terdapat dalam bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai.
2.2. Mengetahui proses morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai.
- Ruang Lingkup Penelitian
3.1. Pembatasan Masalah Penelitian
Pelaksanaan penelitian tentang morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai, Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu ini, menelaah tentang aspek morfem dan proses morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai. Untuk mempertegas arah penelitian ini perlu diberi batasan terhadap ruang lingkup penelitian morfologi bahasa Melayu dialek Rantau Kasai Di Kecamatan Tambusai Utara, morfem yang dibahas adalah tentang morfem bebas dan morfem terikat. Sementara itu, untuk proses morfologi yang dibahas adalah terdiri atas tiga bagian yaitu: proses pembubuhan afiks, proses reduplikasi (pengulangan).
3.2. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata penyebab perubahan bentuk kata terhadap jenis kata dan makna kata.
3.2.2. Bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya.
3.2.3. Bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai adalah lambang bunyi sebagai alat komunikasi pada masyarakat yang terdapat di daerah Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.
3.2.4. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya.
3.2.5. Proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan yang merupakan bentuk dasarnya.
- Anggapan Dasar, Hipotesis dan Teori
4.1. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.1.1. Bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai merupakan alat komunikasi yang dipakai penduduk asli dalam berinteraksi sehari-hari.
4.1.2. Pembiasan bahasa Melayu dialek Rantau Kasai dalam penelitian ini dapat diukur dan diidentifikasi indikator-indikatornya.
4.2. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat penggunaan morfem bebas dan morfem terikat pada bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.
4.3. Teori
“Morfologi berasal dari kata bahasa Inggris “morphology” adalah ilmu tentang morfem, obyek morfologi adalah hal-hal yang berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata” (Sulchan Yasin, 1988:19) dalam bukunya tinjauan deskriptif seputar morfologi.
Sebagai sebuah sistem dari suatu bahasa dalam arti luas, struktur kata yang senantiasa membentuk kalimat-kalimat tentu mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan jenis kata atau makna kata yang dikehendaki oleh penutur atau penulisnya. Penyerapan unsur asing terhadap unsur bahasa daerah merupakan salah satu proses bahasa yang tidak mungkin ditolak kehadirannya. Proses kebahasaan lain yang ikut menghadirkan sosok bahasa daerah kini dan yang akan datang ialah proses morfologis. Melalui proses ini terbentuklah kata-kata yang merupakan unsur suatu kalimat, dalam sebuah bahasa merupakan tuangan pikiran penuturnya, maka sadar atau tidak sadar pemahaman terhadap morfologi berarti menunjang runtunnya penalaran seseorang dalam pengungkapan pikiran-pikirannya melalui bahasa terutama dalam bahasa tulis.
Sebagai contoh, dikemukakan Sulchan Yasin (1988: 19-20) pada kata-kata di bawah ini:
1) Kata “pukul” termasuk jenis kata kerja. Sebagai kata kerja ia dapat berubah menjadi jenis kata lain seperti pada contoh di bawah ini:
pukul : kata kerja
pemukul : kata benda
Dengan demikian terlihat bahwa suatu golongan kata dapat ditransformasikan ke golongan kata lain.
2) Kata “pukul” dapat diartikan dengan berbagai macam makna setelah mengalami perubahan bentuk, seperti terlihat pada contoh di bawah ini:
memukul : kata kerja aktif
dipukul : kata kerja pasif
pukulan : hasil memukul
pemukul : yang memukul atau alat untuk memukul
terpukul : berhasil dipukul atau tidak sengaja kena pukul
berpukul-pukulan : saling memukul
memukuli : melakukan pekerjaan (memukul) lebih dari satu kali dan obyek tetap
memukulkan : melakukan pekerjaan pukul, dan obyeknya bergerak
pukullah : kata bentuk perintah
Berdasarkan pada dua kata kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah kata berkepentingan terhadap perubahan golongan dan makna agar dapat menunjang fungsinya sebagai bagian dari sebuah sistem bahasa, baik dalam lingkup kalimat, klausa, frase, dan sebagainya.
M. Ramlan (1987: 21) mengatakan bahwa:
“Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik”.
Perubahan struktur kata secara gramatik ada kaitannya dengan golongan atau jenis kata serta makna suatu kata. Morfologi sebagai ilmu yang menggarap masalah-masalah struktur kata tentu tidak terlepas dari hal tersebut. Oleh sebab itu tepatlah yang dikatakan M. Ramlan (dalam Sulchan Yasin, 1988:20) bahwa:
“Morfologi di samping bidangnya yang utama menyelidiki seluk beluk struktur kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan kata dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan struktur kata”.
Berdasarkan batasan-batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata dan pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap jenis kata dan makna kata.
Nida (1949) dalam Petrus Poerwadi, dkk. (2003: 10) memberikan batasan bahwa “Morfem adalah unsur pemakaian bahasa yang terkecil yang mengandung arti atau pengertian”.
Samsuri (1987) dalam Petrus Poerwadi, dkk. (2003: 10) menegaskan bahwa “Morfem adalah komposit bentuk-pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang berulang”.
Menurut Gorys Keraf (1984: 52-53) bahwa “Dalam bahasa Indonesia terdapat dua macam morfem, yaitu:
- Morfem bebas
Suatu morfem bebas sudah merupakan kata. Sebaliknya konsep tentang kata tidak saja meliputi morfem bebas, tetapi juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, atau morfem dasar dengan morfem dasar. Berarti konsep kata, atau tegasnya kata berdasarkan bentuknya dapat di bagi atas:
- Kata dasar
- Kata berimbuhan, yang dapat dibagi lagi atas:
1) Kata yang berawalan (ber-prefiks)
2) Kata yang bersisipan (ber-infiks)
3) Kata yang berakhiran (ber-sufiks)
4) Kata yang berkonfiks
- Kata ulang
- Kata majemuk
- Morfem terikat
Morfem terikat dalam tatabaha Indonesia dapat dibagi menjadi empat macam berdasarkan tempat terikatnya pada sebuah morfem dasar:
- Prefiks (awalah) : per- me-, ter- di-, dan lain-lain
- Infiks (sisipan) : -el, -er, -em
- Sufiks (akhiran0 : -an, -kan, -i
- Konfiks : gabungan dari dua atau lebih dari ketiga macam morfem di atas yang bersama-sama membentuk suatu kesatuan arti”.
Menurut Ramlan (1987:51-52) bahwa:
“Proses morfologik ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya’. Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologik, yaitu: 1) proses pembubuhan afiks, 2)proses pengulangan, dan 3) proses pemajemukan”.
Pada dasarnya setiap morfem memiliki fungsi dan makna tersendiri. Fungsi dan makna morfem itu akan muncul secara jelas setelah adanya proses morfologis. Fungsi dan makna yang timbul akibat proses morfologis itu berhubungan dengan gramatika. Jadi, proses tersebut berhubungan dengan fungsi dan makna gramatikal.
Ada aspek linguistik dasar yang bersifat universal dalam otak manusia yang memungkinkan untuk menguasai bahasa tertentu (Tarian, 1986) dalam Moh. Ali dan Moh. Asrori (2004: 123), sedangkan menurut kaum empiris yang dipelopori para penganut aliran behavioristik memandang bahwa kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
Menurut Berk (1989) dalam Moh. Ali dan Moh. Asrori (2004: 123), bahwa perkembangan keterampilan berbahasa pada individu dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu:
1) fonologi
2) Semantik
3) Tata bahasa
4) Pragmatik
Fonologi berkenaan dengan bagaiman individu memahami dan menghasilkan bunyi bahasa. Semantik merujuk kepada makna kata atau cara mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. Grammar merujuk kepada penguasaan kosa kata dan memodifikasikan cara-cara yang bermakna. Pragmatik merujuk kepada sisi komunikatif dari bahasa. Ini berkenaan dengan bagaiamana menggunakan bahasa dengan baik ketika berkomunikasi dengan orang lain.
Djoko Widagdho, dkk., (2001: 18), mengemukakan bahwa kebudayaan dalam bahasa Inggris “culture” berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas menusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Dilihat dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi, artinya budi atau akal. Adapaun ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Taylor (dalam Djoko Widagdho, dkk., 2001: 19), bahwa “Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat”.
Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of the arts, meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia. Akhirnya, dapat dijabarkan kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun abstrak itulah kebudayaan.
Setiap orang mungkin tidak diwajibkan untuk mempelajari aturan-aturan tata bahasa dengan seksama. Namun dalam batas-batas tertentu setiap orang harus mampu menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi. Tata bahasa merupakan aturan-aturan yang dipergunakan dalam menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi. Aturan-aturan tersebut mengatur setiap penutur agar dia berbahasa secara baik dan benar sehingga komunikasi lebih efektif.
Menurut Alo Liliweri (1997: 22) bahwa beberapa syarat berbahasa yang perlu diperhatikan antara lain, yaitu: 1) memilih kata, 2) menyusun kalimat yang baik dan benar, 3) menggunakan ejaan dengan tepat, dan 4) memakai imbuhan yang beraturan.
Empat faktor itu perlu diperhatikan dalam komunikasi antara pribadi, apalagi komunikasi antar pribadi bertatap muka. Di dalam komunikasi tatap muka, setiap komunikator dan komunikan mempunyai kemampuan kontrol yang sangat tinggi, sehingga setiap kesalahan sekecil apa pun langsung diketahui sehingga faktor kesalahan bahasa harus dihindari.
- Penentuan Sumber Data
5.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian adalah tentang morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai di Kecamatan Tambusai Utara.
5.2. Sampel
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel digunakan sampel purposif, artinya pengambilan anggota populasi berdasarkan tujuan tertentu, yaitu morfem bebas dan morfem terikat, serta proses morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai di Kecamatan Tambusai Utara.
- Pengumpulan Data
6.1. Metoda Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metoda deskriptif. Dengan maksud penelitian ini berusaha memaparkan tentang gejala-gejala yang terjadi pada saat penelitian ini dilaksanakan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
6.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
6.2.1. Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki. Teknik ini dimaksudkan untuk mengamati penutur asli dalam menggunakan bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai di Kecamatan Tambusai Utara.
6.2.2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mendapatkan data dan keterangan-keterangan lisan, melalui bercakap-cakap dan bertatap muka dengan penutur asli, dengan menggunakan daftar morfem bebas dan morfem terikat bahasa Melayu dialek Rantau Kasai di Kecamatan Tambusai Utara.
6.3. Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian tentang “Morfologi bahasa Melayu Riau dialek Rantau Kasai Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu” ini menggunakan dua jenis instrumen dalam mengumpulkan data penelitian. Pertama, blangko observasi: blangko yang khusus disediakan untuk mencata tingkat kelayakan para Informan. Kedua, blangko tabel klasifikasi data: blangko tabel yang dipersiapkan untuk mengelompokkan setiap data bahasa (kosakata dasar) menurut klasifikasinya, seperti morfem bebas dan morfem terikat.
6.4. Teknik Analisis Data
Data yang sudah terkumpul melalui teknik-teknik instrumen yang telah dikemukakan, kemudian diolah atau diproses sebagai berikut:
6.4.1. Data yang diperoleh ditranskripsikan dalam bentuk tulisan.
6.4.2. Transkripsi data kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.